Saturday 21 November 2015

Guru Karena Jatuh Cinta


Masih jelas saya ingat, betapa tak pernah saya membayangkan untuk menjadi seorang guru. Setelah lulus di Jurusan Biologi saat itu yang saya buru adalah pekerjaan-pekerjaan di laboratorium, industri ataupun pusat-pusat penelitian. Sambil menunggu panggilan pekerjaan, untuk mengisi perut saya terima tawaran menjadi guru les privat. 

Satu, dua hingga akhirnya saya mempunyai tiga orang anak didik. Masing-masing masih duduk di bangku sekolah dasar. Tanpa satu pun teori kepengajaran saya membantu mereka untuk belajar. Saya niatkan saja untuk membantu belajar, karena kalau hanya belajar semua orang toh juga pengalaman. Ternyata sungguh menyenangkan. Saya jatuh cinta pada aktivitas tersebut. Seperti cinta pada pandangan pertama. 

Pekerjaan di laboratorium yang telah ditunggu-tunggu sebelumnya memanggil saya untuk segera mulai masuk. Satu-dua bulan saya lalui pekerjaan itu, tapi sepertinya cinta saya sebagai seorang guru telah benar-benar berkesan sangat dalam. Saya tidak bisa lagi menikmati pekerjaan di laboratorium berhadapan dengan proses sterilisasi, penyiapan media kultur hingga bau alkohol-formalin yang begitu menyengat tetap tembus walau hidung tertutup masker. 

Mungkin itulah yang dikatakan sebagai takdir atau jodoh. Puluhan tahun berikutnya saya melebur diri dalam profesi sebagai seorang pengajar. Alhamdulillah pilihan tersebut tetap saya syukuri hingga saat ini. Profesi yang dilandasi cinta sepertinya membuat berbagai senang-sedih yang saya lalui selalu berbuah hikmah. 

No comments:

Post a Comment

Rekomendasi