Friday 27 November 2015

Berkah Usia Guru


Mengantar para mahasiswa, calon guru, KKN ke pulau kecil Sumenep memberikan kesan yang mendalam bagi saya. Ombak besar yang harus diterjang oleh perahu motor membuat kami membayangkan bagaimana susahnya menjadi guru di daerah kepulauan. Kekaguman akan kebesaran alam tenggelam dalam rasa takut akan tingginya ombak yang kadang meluap lebih tinggi dari atap perahu yang kami tumpangi.

Tidak bisa disalahkan jika sebagian besar guru yang diangkat di kepulauan pada akhirnya, beberapa tahun setelah itu, mengajukan pindah ke daratan Sumenep. Hanya satu dua orang guru yang sanggup mengabdi selama puluhan tahun sampai usia sepuh. Interaksi dan dialog dengan guru-guru senior tersebut memberi saya pelajaran. Meski dalam bidang keilmuan dan teknologi tidak ada sesuatu yang baru, namun berkah usia memberi mereka hikmah-hikmah yang tidak mungkin dapat kita temui di buku atau software apapun.

Salah satu guru senior memaparkan kisahnya sebagai pengajar di pulau. Pahit getir kehidupan pulau pada aspek ekonomi, sarana-prasarana hingga kondisi alam yang ganas menjadi drama dalam setiap narasi yang beliau paparkan. Belum lagi kondisi sosial yang sangat tidak mendukung sekolah. Rata-rata masyarakat di pulau tersebut adalah perantau yang meninggalkan anak-anak dan orang tua. Rasa penasaran saya adalah bagaimana beliau dapat bertahan dalam kondisi seperti itu. 

Wajah sepuh itu menyiratkan senyum bijak penuh arti. Setelah agak lama mengumpulkan ingatan, akhirnya dijelaskan juga rahasia itu. "Ilmu yang sedikit itu harus diamalkan atau diajarkan. Prinsip itu yang  saya terima dari guru-guru dulu dan saya pegang sampai sekarang." Wah, jawaban yang sederhana namun sepertinya sangat jarang kita terapkan saat ini. Google dan internet menyediakan kita banyak pengetahuan dan kata-kata bijak, namun sejauh mana kita mau membaca, memahami hingga mengamalkannya, itu yang menjadi masalah. Laptop saya sendiri berisi ribuan artikel dan buku, namun saya belum tahu apakah untuk membacanya saja saya sanggup.

"Anak-anak memang seringkali nakal, susah diatur dan tidak mau belajar. Itu karena mereka jauh dari orang tua." Beliau melanjutkan penjelasan. "Awalnya saya juga sering emosi, tapi semakin sadar kondisi anak-anak itu semakin saya menganggap mereka sebagai anak-anak sendiri. Kalau sudah seperti anak sendiri ternyata mengajar menjadi nikmat. Alhamdulillah." 

Satu dua guru senior yang lain juga memberi saya pengetahuan bijak sebagai guru. Berkah usia benar-benar memberi kita manusia kearifan, tentu bagi yang mau terus belajar. Bagaimanapun tingginya kualitas teknologi informasi, toh tidak akan mampu menyajikan kearifan yang memang harus dialami langsung. Alam semesta mengajari kita dengan cara yang tak tergantikan.

Pada akhirnya saya jadi lebih mengerti mengapa Piaget sang ahli pendidikan terkenal dari Swiss menyatakan bahwa saripati belajar adalah pengalaman. Usia kita adalah lembaran-lembaran yang mampu menuliskan pengalaman-pengalaman itu. Adapun tinta dan pena-nya adalah kemauan dan kerendahan hati. 

2 comments:

  1. perjuangan seorng guru,,akan memberi kenangan mnis pad muridnya,,,,

    keep your written mr habibi.. :)

    ReplyDelete

Rekomendasi