Friday 4 December 2015

Mi Instan, Realitas Perjuangan Calon Guru


Jas almamater, potongan rambut dan senyum para mahasiswa calon guru memang meyakinkan. Ditambah lagi gaya bicara yang menunjukkan wawasan serta idealisme khas cendekiawan muda. Tapi semua juga tahu kalau para mahasiswa calon guru, terutama yang nge-kost, seringkali kurang makan. Kebutuhan-kebutuhan tak terduga, baik kebutuhan akademik ataupun non akademik, akhirnya membuat jatah makan menjadi menipis.

Mi instan sangat populer di kalangan mereka. Memang, mi instan termasuk salah satu makanan terkenal di Indonesia, namun di kalangan mahasiswa ketenarannya benar-benar luar biasa. Murah, praktis, dan enak menjadi alasannya, walau sedikit tidak mengenyangkan. Berbagai literatur telah menyebutkan bahaya mengonsumsi mi instan terlalu sering, mulai dari gangguan pencernaan, hati, diabetes, maag hingga kanker. Tapi bagaimana lagi, dalam kondisi darurat mi instan tetap menjadi pilihan paling realistis.

Kesulitan mahasiswa calon guru untuk memenuhi kebutuhan perut adalah romantisme yang sudah berlangsung sejak zaman dulu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut mereka saling membantu. Ketika salah seorang kehabisan uang bahkan mi instan pun tak sanggup dibeli, hidup terus berlanjut dengan cara nebeng nasi bungkus teman-temannya. Masak nasi plus mi dan kerupuk untuk dimakan rame-rame juga menjadi salah satu kreativitas mereka. 

Kesulitan-kesulitan itu juga yang mengikat hati mereka para mahasiswa. Pertemanan semasa mahasiswa sulit dicari bandingannya, tak pernah terlupa seumur hidup. Bahkan ketika mereka telah terpisah jauh dengan profesi masing-masing, pertemanan itu masih kuat. Hubungan antar rekan kerja selama puluhan tahun seringkali tidak bisa mengalahkan kebersamaan selama empat atau lima tahun di masa-masa sulit menjadi mahasiswa. Tentu yang tidak menjadi anak kost agak kurang merasakan dramatisnya hal ini.

Putaran roda kehidupan membawa setiap manusia melalui nasibnya masing-masing. Hanya kenangan yang kita bawa. Kesulitan-kesulitan saat belajar tidak pernah menimbulkan penyesalan, karena justru para mahasiswa yang sering kurang makan dan banyak tugas itulah yang biasanya dapat tertawa lepas dan ceria sepanjang hari. Permasalahan hanya sekilas menampakkan wujudnya di wajah. Kesulitan-kesulitan itu juga yang menghasilkan persaudaraan tanpa harus benar-benar bersaudara. 

Dalam situasi sulit namun penuh ilmu, seseorang akan lebih maksimal bahkan menggila dalam mencapai mimpi-mimpi. Oleh karena itu para mahasiswa calon guru, tak perlu risau dengan semua kesulitan yang kalian hadapi. Di situlah kalian akan benar-benar merasakan bagaimana berproses menjadi manusia, sebelum esok menjadi guru yang bertugas memanusiakan manusia.

No comments:

Post a Comment

Rekomendasi