Tuesday 8 December 2015

Harga Sebuah Nama


Jika anda ditanya, apa pemberian berharga dari orang tua yang paling awal anda terima? Jawabannya adalah nama anda. Nama bukan hanya sekedar penanda individual untuk sebutan, nama merupakan akumulasi dari kasih sayang, harapan, doa dan memiliki sejarah tertentu. Perlahan namun pasti, nama melekat pada diri, pikiran dan hati anda begitu kuat. Bahkan lebih lekat dari tangan dan kaki sekalipun. Secara reflek pikiran dan konsentrasi anda akan terkumpul jika nama itu disebut atau diteriakkan, bahkan saat tidur anda bisa segera terbangun.

Nama juga ternyata sangat berharga bagi para guru yang mengajar. Banyak guru yang mungkin tidak menyadari hal ini, termasuk saya dulu di awal-awal mengajar. Beberapa siswa yang unik memang secara otomatis kita ingat. Siswa pintar, nakal, gendut, kurus kecil, lucu, adalah contoh-contoh siswa unik yang namanya cepat menghuni memori kita. Sedangkankan siswa lain lama sekali kita ingat. Bahkan bisa jadi ada di antara siswa kita yang tidak pernah kita ingat namanya selama bertahun-tahun kita mangajarnya. 

Hingga suatu ketika saya membaca sebuah hasil penelitian berskala besar yang dilakukan oleh Marilyn L Page, paradigma saya mulai berubah. Beliau mengamati ratusan guru saat mengajar dan memperoleh beberapa karakter yang dimiliki oleh guru yang mampu mengelola kelasnya dengan baik. Salah satu karakter tersebut adalah mengetahui dan mau menggunakan nama-nama siswanya saat beristeraksi dengan mereka.

Setelah saya renungkan, temuan peneliti sungguh mengagumkan. Ia menunjukkan suatu peristiwa kecil yang sering saya lewati tanpa peduli, namun pada kenyataannya memiliki nilai yang besar. Saya bayangkan dua orang mulai menjadi teman ketika mereka telah mengetahui nama masing-masing. Asing atau dekat seseorang pada kita dimulai dari apakah namanya kita ingat. Tentu hal ini juga berlaku pada siswa dan guru-guru mereka. 

Saya cukup sulit mengingat nama dengan cepat, apalagi untuk sekian banyak siswa atau mahasiswa. Namun saya tetap coba lakukan. Dan yang terpenting, saya tunjukkan usaha keras mengenal mereka. Hasilnya ternyata memang luar biasa. Kita menjadi lebih dekat. Kelas bukan lagi kumpulan anak-anak orang lain, tapi seolah keluarga saya sendiri. Harapan-harapan atau bahkan teguran saya lebih mau mereka dengar. Selain menjadi lebih dekat, mereka juga menjadi lebih percaya diri ketika saya mengenali namanya. 

Nama adalah perwakilan diri. Ia mengakumulasi berbagai cerita sedih, bahagia, mimpi-mimpi hingga banyak kebencian yang manusia lalui sepanjang hidup. Saat menjadi guru saya belajar dan merasakan betapa berharganya sebuah nama.

No comments:

Post a Comment

Rekomendasi